Sudut Pandang Lain Penggunaan Chromebook
Arti Fisolofis Penggunaan Chromebook

By Iqbaal Harits 03 Okt 2025, 15:50:33 WIB Opini
Sudut Pandang Lain Penggunaan Chromebook

Keterangan Gambar : Iqbaal Harits Maulana, Sekretaris Lembaga Kajian Origami Nusantara


Di tengah obsesi dunia pada perangkat keras tercanggih dan software termewah, kita sering melupakan satu kebenaran fundamental, teknologi terbaik untuk pendidikan bukanlah yang paling mampu melakukan segalanya, tetapi yang paling mampu membatasi segalanya. Inilah mengapa, terlepas dari segala polemik pengadaan dan drama kebijakan yang menyertainya, pemilihan Chromebook sebagai tulang punggung digitalisasi pendidikan di Indonesia adalah sebuah keputusan strategis yang brilian bahkan bisa disebut jenius.

Kita semua menyaksikan krisis perhatian yang melanda generasi saat ini. Siswa hidup dalam era Attention Economy, di mana setiap lini kehidupan termasuk aplikasi, dari media sosial hingga game dirancang secara cerdas untuk memperebutkan dan memonopoli fokus mereka. Begitu laptop high-end atau smartphone canggih terbuka, otak langsung dibanjiri notifikasi dan godaan tak berujung. Perangkat yang seharusnya memajukan pendidikan justru menjadi mesin penghasil distraksi terhebat.

Di sinilah letak keunggulan filosofis Chromebook yang kerap luput dari perhatian. Perangkat ini selalu dicibir karena spesifikasinya yang "kentang" dan ketergantungan pada koneksi internet. Namun, kritik ini gagal melihat bahwa keterbatasan Chromebook adalah fitur pedagogis yang paling bernilai. Chrome OS didesain secara minimalis dan terlihat tidak ideal untuk menjalankan aplikasi desktop yang "berat" atau game yang serakah memori. Keterbatasan ini bertindak sebagai "Digital Nanny" yang efektif, yang secara fisik menutup pintu keluar siswa dari lingkungan belajar. Siswa dipaksa untuk single-tasking pada tugas inti yang diberikan guru, seperti menulis, riset, atau kolaborasi menggunakan dokumen cloud. Ini bukan kecacatan, melainkan solusi desain yang disengaja untuk menuntut fokus di tengah gempuran distraksi.

Baca Lainnya :

Kejeniusan Chromebook, sebenarnya, tidak terletak pada fisik atau resource-nya, melainkan pada kemampuan manajemennya. Melalui Chrome Management Console, perangkat keras ini berubah menjadi sistem pengendalian fokus digital yang canggih dan terpusat. Guru dan admin yang memiliki akses dapat mengendalikan ribuan perangkat dari jarak jauh dan serentak. Mereka dapat dengan mudah memblokir situs atau aplikasi spesifik, memastikan siswa hanya menggunakan browser untuk keperluan yang relevan, atau mengunci layar pada saat sesi ujian agar siswa tidak bisa melirik aplikasi lain. Kontrol terpusat ini memberikan guru otoritas yang sangat dibutuhkan, mengubah peran mereka dari pengawas fisik yang lelah melawan ponsel pintar menjadi pengendali yang proaktif. Hal ini memberikan lompatan besar dalam efisiensi dan kontrol kelas, sesuatu yang sulit diimbangi oleh perangkat yang lebih canggih namun sulit diatur secara massal.

Tentu saja, salah satu kritik terbesar terhadap kebijakan ini adalah masalah vendor lock-in keterikatan pada ekosistem Google. Kritik ini valid karena memberikan kekuatan kontrol yang besar pada satu perusahaan teknologi global. Namun, jika kita melihat dari kacamata implementasi kebijakan publik yang bertujuan untuk pemerataan secara masif, kita perlu membalikkan pertanyaan ini dengan tajam, Adakah vendor atau platform lain yang saat ini mampu menyediakan perangkat keras yang terjangkau, dikombinasikan dengan sistem operasi yang ringan, didukung oleh cloud service untuk pembelajaran, dan yang terpenting, menyediakan dashboard pengelolaan yang terpusat (scalable) yang seefisien ini?

Jawabannya, untuk saat ini, adalah sulit ditemukan. Pesaing utama menuntut biaya lisensi software dan hardware yang jauh lebih tinggi, sehingga mustahil untuk diimplementasikan secara merata di jutaan siswa di seluruh pelosok Indonesia. Pilihan open source pun membutuhkan keahlian teknis dan maintenance yang terlalu rumit dan mahal untuk mayoritas sekolah di daerah. Dalam konteks pengadaan skala besar dan kebutuhan pemerataan yang cepat, trade-off dari vendor lock-in (yaitu biaya rendah, kontrol terpusat, dan minimalisir distraksi) justru menjadi keunggulan yang tidak tertandingi. Ini adalah langkah pragmatis yang harus diambil demi memastikan setiap siswa mendapatkan akses ke alat belajar yang mendorong fokus, bukan mengundang malapetaka distraksi.

Pada akhirnya, kita harus objektif. Kritik terhadap Chromebook yang hanya berfokus pada spek teknis adalah pandangan yang dangkal dan bias terhadap hardware mewah. Itu mengabaikan krisis fokus yang dihadapi siswa modern. Keputusan pemilihan Chromebook adalah pernyataan pedagogis yang berani, di tengah keriuhan digital, pendidikan kita memilih kesederhanaan yang mendidik di atas kecanggihan yang mengganggu.






Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment