Saatnya Evaluasi Digitalisasi Dunia Pendidikan
Sudah Efektifkah Digitalisasi Pendidikan?

By Iqbaal Harits 28 Feb 2025, 11:40:16 WIB Opini
Saatnya Evaluasi Digitalisasi Dunia Pendidikan

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan di berbagai belahan dunia telah berusaha mengadopsi teknologi digital sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Dari penggunaan tablet, laptop, hingga platform pembelajaran online, digitalisasi dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan abad ke-21. Namun, apakah digitalisasi benar-benar memberikan hasil yang diharapkan?

Swedia, salah satu negara yang dikenal dengan sistem pendidikannya yang maju, memberikan contoh menarik terkait hal ini. Setelah bertahun-tahun mengandalkan perangkat digital dalam pembelajaran, pemerintah Swedia memutuskan untuk kembali menggunakan buku cetak sebagai media utama di sekolah-sekolah. Keputusan ini diambil setelah sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan perangkat digital secara berlebihan justru berdampak negatif terhadap pemahaman dan retensi informasi siswa.

Studi yang dilakukan di Swedia menunjukkan bahwa siswa yang belajar menggunakan buku cetak memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menggunakan perangkat digital. Buku cetak memungkinkan siswa untuk fokus tanpa gangguan notifikasi atau godaan untuk membuka aplikasi lain. Selain itu, membaca dari buku fisik juga terbukti membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi dan daya ingat.

Baca Lainnya :

    Lebih jauh lagi, adopsi digital yang tidak terkontrol juga berdampak pada menurunnya kemampuan literasi dan numerasi siswa. Banyak siswa yang lebih terbiasa mengandalkan mesin pencari daripada memahami konsep dasar, bahkan diera maraknya kecerdasan buatan membuat hal tersebut semakin parah, hal ini yang menyebabkan penurunan kemampuan literasi numerasi yang cukup menghawatirkan. Daya kritis siswa pun akan semakin tumpul karena mereka cenderung terbiasa menerima informasi mentah tanpa proses analisis yang mendalam. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan pendidikan yang ingin mencetak individu yang berpikir kritis dan mampu memecahkan berbagai masalah secara mandiri.

    Selain itu, kebebasan akses ke dunia digital sering kali membuat distraksi yang lebih menarik, seperti bermain berbagai platform sosial media, hal tersebut akan membuat siswa lebih tertarik untuk aktif di platform yang tidak mendukung perkembangan akademis mereka. Alih-alih menggunakan teknologi untuk memperkaya pengetahuan dan berbagai keahlian yang lebih bermanfaat kedepan, namun karena distraksi ini banyak siswa yang justru tenggelam dalam konten hiburan yang tidak mencerminkan nilai-nilai jiwa pelajar. Konten-konten tersebut tidak hanya mengalihkan perhatian dari belajar, tetapi juga dapat mempengaruhi karakter dan moral siswa secara negatif.

    Kembali bercermin terhadap kegagalan adopsi digital di Swedia menjadi cermin bagi banyak negara lain yang tengah gencar mendigitalisasi pendidikan. Digitalisasi memang menawarkan kemudahan akses dan fleksibilitas, tetapi tanpa pendekatan yang tepat, teknologi justru bisa menjadi penghalang dalam proses belajar. Guru sering kali menghadapi tantangan dalam mengelola kelas yang penuh dengan perangkat digital, sementara siswa mudah terdistraksi oleh berbagai aplikasi yang tidak berhubungan dengan pelajaran, yang akhirnya guru di dalam kelas menjadi terabaikan, lebih menyedihkan lagi banyak guru yang justru malah ikut hanyut dalam arus digitalisasi ini, tanpa sadar dengan status dan tanggung jawab sebagai guru, hal tersebut Ketika dibiarkan  akan menambah buruk wajah Pendidikan kedepannya.

    Namun dari berbagai realita yang ada, bukan berarti teknologi sepenuhnya harus ditinggalkan. Yang saat ini diperlukan adalah sistem yang dapat menciptakan keseimbangan antara penggunaan teknologi dan metode pembelajaran tradisional. Peran  Teknologi tetap harus ada dalam dunia Pendidikan, teknologi masih dapat dan cenderung harus digunakan sebagai alat bantu untuk memperkaya materi pelajaran, inovasi pembelajaran, tetapi buku cetak dan interaksi langsung antara guru dan siswa tetap memegang peranan paling penting dalam membangun karakter siswa yang memiliki kemampuan berfikir kritis, dan penuh tanggung jawab.

    Saat inilah yang seharusnya dijadikan tonggak awal untuk kita mengevaluasi kembali arah digitalisasi dalam pendidikan. Dari Pengalaman yang bisa kita lihat di Swedia, menunjukkan bahwa kembali ke metode tradisional bukanlah langkah mundur, melainkan upaya untuk memastikan bahwa tujuan utama Pendidikan, yaitu pemahaman dan penguasaan materi oleh siswa dapat tercapai dengan efektif. Pendidikan harus berfokus pada cara pembelajaran yang akan menghasilkan genereasi penerus yang lebih baik dan unggul di semua bidang,  apa yang terbaik untuk tumbuh kembang siswa adalah pertanyaan yang bisa digunakan untuk memulai hal tersebut, bukan sekadar latah untuk mengikuti tren teknologi.

    Akhir kesimpulanya adalah Digitalisasi dalam pendidikan harus dipastikan telah dijalankan dengan bijak, mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa, dan memastikan bahwa teknologi benar-benar mendukung proses belajar, bukan sebaliknya. Jika tidak, maka kita mungkin harus mengikuti jejak Swedia dan memutar balik arah menuju metode yang lebih efektif demi masa depan generasi penerus yang lebih unggul dan bisa diandalkan.




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    View all comments

    Write a comment