- Wajah Pendidikan Indonesia
- Mengukir Kedaulatan Siber Menuju Indonesia Emas 2045
- Resolusi Jihad Santri Abad 21 Menuju Peradaban Dunia
- Pendidikan Penyelamat Lingkungan
- Awas!! Jaga kETIKAnmu
- Pendidikan Menajamkan Nalar Kritis
- Menjadi Generasi Cakap Digital
- Pondasi Literasi Digital
- Sudut Pandang Lain Penggunaan Chromebook
- Tantangan Pendidikan di Kabupaten Tegal
Tantangan Pendidikan di Kabupaten Tegal
Bagaimana Tantangan Pendidikan di Kabupaten Tegal?

Keterangan Gambar : Muhamad Dhofier, Direktur Kajian Akademis Origami Nusantara
Pendidikan adalah sektor kunci bagi majunya kualitas suatu daerah. Pembangunan akan memiliki dampak riil apabila sumber daya manusia yang ada mempunyai kompetensi yang bisa menciptakan inovasi. Melalui pendidikan, generasi muda dilatih agar mampu berdaya dalam hal, intelektual, inovasi, kaya imajinasi, dan sehat. Secara umum kita bisa mengatakan bahwa generasi yang unggul adalah generasi yang cerdas, bermoral, dan sehat.
Apakah kualitas pendidikan di Kabupaten Tegal sudah maju, sedang/biasa-biasa saja, atau rendah? Salah satu yang bisa kita lihat untuk menilainya adalah melihat beberapa data terkait pembangunan sumber daya manusia. Misalnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Saat ini IPM Kabupaten Tegal adalah 71,70 (BPS Kab. Tegal). Poin IPM tersebut jika digolongkan dalam klasifikasi oleh BPS, ada di level 'tinggi' (70 s.d 80). Apabila dilihat pada rentang nilainya, Kabupaten Tegal ada di batas bawahnya. Meski berada pada rentang 'tinggi', sebenarnya lebih dekat ke kategori 'sedang'.
Sementara itu, tren IPM dalam lima tahun terakhir (2020-2024) mengalami kenaikan (IPM 2020 : 69,28), (IPM 2021 : 69,67), (IPM 2022 : 70,42), (IPM 2023 : 71,12), dan (IPM 2024 : 71,70), jika ditinjau rata-rata tren kenaikan nilai itu setiap tahunnya adalah 0,86. Jika tren pertumbuhan ini konsisten, maka satu periode pemerintahan yang saat ini berjalan, skor IPM Kabupaten Tegal akan naik 4,3 poin atau berada di skor 76, masih jauh di bawah kategori 'sangat tinggi' (lebih dari 80).
Baca Lainnya :
- Salah Urut Langkah Digitalisasi Pendidikan0
- Guru-Guru Kabupaten Tegal Berkomitmen Stop Kekerasan Dengan Cara Inovatif0
Kenapa indikator IPM penting untuk melihat sektor pendidikan? Salah satu dimensi penyumbang poin di dalam IPM adalah Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Angka HLS Kabupaten Tegal 12,96. Ini berarti, anak yang lahir di Kabupaten Tegal diperkirakan (tingkat harapan) akan bersekolah hingga jenjang D1. Sedangkan kenyataannya, kita dapat melihat angka RLS Kabupaten Tegal 7,36. Ini berarti, rata-rata penduduk usia 25 ke atas hanya menempuh pendidikan hingga kelas 7 SMP. Dengan nada kritis kita bisa mengatakan bahwa penduduk Kabupaten Tegal tingkat pendidikannya hanya sampai kelas 7 SMP.
Sementara itu data lain seperti Angka Partisipasi Sekolah (APS) juga penting ditinjau. Angka ini menjelaskan persentase penduduk dalam kelompok umur tertentu yang sedang bersekolah. APS Kabupaten Tegal (2024) : Usia 7-12 tahun: 99,54%, usia 13-15 tahun: 96,57%, usia 16-18 tahun: 69,11%. Dari data itu kita bisa melihat bahwa jumlah anak yang sekolah semakin turun saat menginjak SMP dan menuju ke SMA. Kita bisa mengatakan bahwa masih ada anak putus sekolah terutama di usia SMP dan SMA.
Jika kita jeli, APS anak usia 16-18 : 69,11% memperlihatkan angka putus sekolah di tingkat SMA sangat tinggi. Ini mengonfirmasi bahwa salah satu permasalahan pendidikan kita adalah akses. Data ini menunjukkan masih banyak anak-anak usia 16-18 tahun belum mengakses pendidikan. Hal ini yang menjadi tantangan pemerintah daerah periode ini, jika ingin meningkatkan kualitas SDM.
Terkait akses pendidikan, terutama yang tadi disebut bahwa data memperlihatkan partisipasi sekolah lulusan SMP ke SMA turun. Atau, masih ada lulusan SMP yang belum melanjutkan ke SMA. Kita ketahui bahwa, jumlah sekolah tingkat SMA/SMK/MA di kabupaten Tegal masih kurang. Bahkan, ada sebagian wilayah kecamatan yang belum memiliki SMA. Pemerintah kabupaten Tegal perlu menyuarakan terus-menerus hal ini untuk diajukan ke pemerintah provinsi. Sebab, kewenangannya ada di sana.
Selain itu, mutu pembelajaran di sekolah juga perlu diperhatikan. Hal ini bisa kita lihat dari data siswa tidak naik kelas/mengulang. Jenjang SD sebanyak 2.193 siswa, jenjang SMP sebanyak 153 siswa, Jenjang SMA sebanyak 4 siswa, Jenjang SMK sebanyak 24 siswa, dan Jenjang SLB sebanyak 41siswa (Dapodik Semester 1 TA. 2024/2025). Fenomena siswa tinggal kelas merupakan paradigma lama yang seharusnya bisa diperbaiki.
Tidak naik kelas bisa dikategorikan malpraktik pembelajaran. Sebab, guru telah menjadi hakim yang memutus bahwa seorang siswa dianggap gagal. Padahal, tak ada siswa bodoh, yang ada adalah setiap siswa memiliki karakter dan potensi inteligensia yang berbeda-beda (Yudi Latief : 2020). Oleh karena itu, perlu ada pergeseran dari sistem pengajaran yang menekankan basis klasikal menuju pembelajaran yang lebih memerhatikan keragaman individu (pembelajaran diferensiasi).
Guru atau sekolah tak boleh merasa berkuasa atas diri pribadi anak murid. Jika ditemukan salah satu anak yang kesulitan menyerap pelajaran, guru perlu terbuka pemikirannya. Asosiasi guru dalam berbagai organisasi keguruan perlu duduk bersama mendiskusikan fenomena anak tinggal kelas. Jika masih juga ditemukan kendala, ada banyak di luar sana, para aktivis pendidikan yang bisa membantu menemukan solusi yang tepat guna sehingga si anak memiliki kesempatan belajar pada orang lain yang lebih bisa dipahami penjelasannya. Apalagi ada entitas komite sekolah yang juga perlu dimintai pendapat terkait anak yang mengalami kesulitan belajar tadi.
Alhasil, pendidikan menjadi pondasi yang akan menentukan sebuah daerah maju atau tidak. Mutu dan akses menjadi dua hal utama yang perlu dipikirkan serius oleh pemimpin kepala daerah. Terlebih, saat ini Kabupaten Tegal tengah mengalami bonus demografi, jumlah penduduk usia produktif mencapai 69,24%. Jangan sampai bonus demografi malah menyulut bencana demografi.
.png)


.jpg)
.jpg)
.jpg)


