Harapan Dan Realita Program Digitalisasi Belajar
Seperti Apa Program Digitalisasi Belajar Era Presiden Prabowo

By Iqbaal Harits 29 Sep 2025, 08:48:54 WIB Opini
Harapan Dan Realita Program Digitalisasi Belajar

Keterangan Gambar : Digitalisasi Pembelajaran


Digitalisasi belajar, sebuah kata yang kini begitu sering terdengar, bagai janji manis yang menggema di seluruh pelosok negeri. Bayangkan sebuah masa depan di mana layar-layar digital menyala di setiap ruang kelas, dari kota besar hingga desa terpencil, membawa materi pelajaran terbaik langsung ke tangan siswa tanpa kendala jarak dan keterbatasan guru ahli. Sebuah gambaran ideal yang ingin diwujudkan melalui Program Digitalisasi Belajar yang menargetkan 288 ribu sekolah akan mendapatkan perangkat digital modern seperti Interactive Flat Panel (IFP). Presiden Prabowo Subianto bahkan menegaskan bahwa ini adalah ikhtiar strategis dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang lebih unggul dan memperluas akses pendidikan yang merata.

Namun, di balik harapan besar itu, ada wajah lain yang sering kali luput dari sorotan. Realita di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru, terutama para pendidik senior di daerah-daerah tertinggal dan terpencil, masih menghadapi kendala besar dalam mengoperasikan teknologi ini. Perangkat canggih yang dijanjikan bukan jaminan pembelajaran yang berkualitas jika guru sebagai ujung tombak pendidikan belum siap menggunaannya secara optimal. Jangan sampai layar digital hanya menjadi alat presentasi tanpa makna, sekadar pemutar materi yang membuat proses belajar jadi satu arah dan membosankan.

Lebih dari itu, dalam banyak kasus, metode pengajaran yang dipakai guru masih sangat konvensional dan berpusat pada ceramah. Interaksi aktif antara guru dan siswa seringkali minim. Ketika teknologi hanya berfungsi sebagai proyektor virtual, tanpa strategi pengajaran yang memicu siswa untuk berpikir kritis, berdiskusi, dan bereksperimen, maka digitalisasi belajar belum mencapai esensinya. Bukannya mempercepat kemajuan, kondisi ini justru berpotensi memperlambat proses pembelajaran dan menimbulkan kebingungan.

Baca Lainnya :

Digitalisasi seharusnya bukan sekadar soal memasang alat teknologi di ruang kelas, namun bagaimana teknologi tersebut mengubah cara kita belajar dan mengajar menjadi lebih efektif, inklusif, dan menyenangkan. Pendidikan digital harus membuka ruang bagi siswa untuk aktif berperan, menggali potensi mereka, dan membangun kompetensi abad 21 yang tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas.

Maka dari itu, kita harus menyadari bahwa upaya mewujudkan keadilan dan pemerataan akses pendidikan berbasis teknologi bukan pekerjaan instan. Masih ada jalan panjang yang harus dilalui. Kunci utamanya adalah membangun sumber daya manusia, terutama mendapatkan kesiapan dan keterampilan guru. Jika guru tidak didampingi dengan pelatihan yang tepat tentang cara mengintegrasikan teknologi dan menggunakan metode pembelajaran aktif, maka layar digital yang dipasang di kelas akan menjadi sia-sia.

Optimisme tetap ada karena masih banyak opsi yang dapat ditempuh agar digitalisasi belajar benar-benar berdampak. Salah satunya adalah pelatihan berkelanjutan untuk guru dengan fokus pada active learning. Dengan pelatihan ini, guru tidak hanya belajar mengoperasikan perangkat, tetapi juga mengembangkan strategi pengajaran yang melibatkan siswa secara langsung: tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, dan eksplorasi kreatif. Dengan demikian, teknologi menjadi alat pendorong perubahan, bukan penghambat.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan , dan pihak swasta harus diperkuat untuk menciptakan ekosistem digital classroom yang ramah pengguna dan inklusif. Penyediaan konten pembelajaran yang kontekstual, menarik, dan mudah diakses juga penting agar materi tidak sekadar diproyeksikan, tapi benar-benar dipahami dan diaplikasikan oleh siswa.

Digitalisasi juga harus disesuaikan dengan kearifan lokal dan kondisi daerah, sehingga tidak hanya menyalurkan perangkat, tetapi menciptakan solusi pendidikan yang relevan bagi masing-masing komunitas. Pendampingan dan monitoring secara ketat perlu dilakukan agar investasi teknologi ini memberikan hasil nyata.

Kita perlu percaya bahwa teknologi, jika disertai dengan pembinaan dan strategi tepat, bisa menjadi jembatan yang menghubungkan kesenjangan pendidikan selama ini. Perjalanan ini memang panjang dan penuh tantangan, namun bukan mustahil. Dengan kemauan, perencanaan matang, dan kerja sama semua pihak guru, pemerintah, orang tua, dan masyarakat digitalisasi pembelajaran akan menjadi nyala api yang menerangi masa depan anak-anak bangsa.

Mari kita songsong transformasi ini dengan sikap terbuka dan semangat gotong royong, agar teknologi bukan sekadar alat canggih, melainkan sahabat sejati dalam mengembangkan potensi setiap anak Indonesia menjadi generasi yang unggul, mandiri, dan siap bersaing di dunia digital global.






Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment